Catatan A16 Design
Subscribe
See also  Mengenal Lebih Jauh Software yang Sering Digunakan untuk Arsitektur
Arsitektur Ramah Lingkungan, Material Hijau yang Berpotensi Tinggi di Indonesia

Isu keberlanjutan kini semakin menjadi perhatian penting dalam dunia arsitektur. Bangunan tidak lagi hanya dinilai dari keindahan visual atau kekuatan strukturnya, tetapi juga dari sejauh mana ia ramah lingkungan. Salah satu aspek utama dalam mewujudkan arsitektur berkelanjutan adalah pemilihan material yang tepat yaitu material hijau (green material).

Indonesia, sebagai negara tropis dengan kekayaan alam melimpah, memiliki potensi besar dalam menghadirkan material hijau untuk dunia arsitektur. Berikut adalah beberapa material ramah lingkungan yang berpotensi tinggi di Indonesia.

Bambu

Bambu dikenal sebagai material ramah lingkungan karena tumbuh cepat, mudah diperbarui, dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi. Selain itu, bambu juga menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar selama masa pertumbuhannya.

Contoh penerapan:

The Green School (Sumber : ArchDaily)

Aktivis lingkungan dan desainer John dan Cynthia Hardy ingin memotivasi masyarakat untuk hidup berkelanjutan. Salah satu upayanya adalah menunjukkan cara membangun dengan material berkelanjutan, yaitu bambu. (Sumber : Archdaily)

  • Green School Bali, yang menggunakan struktur bambu pada hampir seluruh bangunannya.
  • Rumah tinggal modern tropis dengan rangka atap bambu yang dikombinasikan dengan material kaca atau kayu.

Kayu Olahan Berkelanjutan

Kayu tetap menjadi material favorit dalam arsitektur tropis. Namun, agar tetap ramah lingkungan, kayu sebaiknya berasal dari hutan dengan sistem Forest Stewardship Council (FSC) atau produk kayu olahan seperti laminated wood dan cross-laminated timber (CLT).

Keunggulan:

  • Estetika alami yang hangat.
  • Daya tahan tinggi jika diproses dengan baik.
  • Dapat digunakan untuk struktur besar tanpa harus mengorbankan hutan alami.

Contoh penerapan:
Gedung-gedung perkantoran modern di Jepang dan Eropa telah banyak menggunakan CLT, dan Indonesia berpotensi besar mengikuti tren ini dengan kayu tropis yang diolah secara bertanggung jawab.

Bata Tanah Liat Ramah Lingkungan

Bata merah sudah lama digunakan di Indonesia, tetapi kini muncul inovasi bata ramah lingkungan seperti bata interlocking atau bata tanpa pembakaran (compressed earth block). Teknologi ini mengurangi emisi karbon karena tidak melalui proses pembakaran dengan kayu bakar.

Contoh penerapan:

  • Rumah sederhana tahan gempa di Lombok dengan bata interlocking.
  • Bangunan komunitas di daerah pedesaan yang menggunakan compressed earth block untuk mengurangi biaya energi.

Material Daur Ulang (Recycled Materials)

Material daur ulang kini mulai dilirik sebagai alternatif pengganti material baru. Contohnya:

  • Beton daur ulang dari limbah konstruksi.
  • Panel akustik dari plastik daur ulang.
  • Paving block dari limbah kaca atau abu terbang (fly ash).

Contoh penerapan:
Proyek perumahan hijau di kota besar memanfaatkan beton daur ulang untuk mengurangi limbah konstruksi.

Atap Hijau dan Material Penunjang Vegetasi

Selain material struktural, arsitektur ramah lingkungan juga didukung oleh elemen vegetasi. Atap hijau (green roof) dan dinding hijau (green wall) memerlukan lapisan khusus seperti geomembrane atau substrat tanah ringan yang memungkinkan tanaman tumbuh tanpa membebani struktur bangunan.

Manfaat:

  • Menurunkan suhu bangunan.
  • Meningkatkan kualitas udara.
  • Menyerap air hujan untuk mengurangi limpasan.

Contoh penerapan:
Gedung perkantoran di Jakarta mulai mengadopsi rooftop garden untuk mengurangi efek pulau panas perkotaan (urban heat island).

Material Lokal dan Tradisional

Selain bambu dan kayu, material lokal lain seperti atap rumbia, sirap kayu ulin (berasal dari hutan produksi berkelanjutan), atau batu alam dapat menjadi pilihan ramah lingkungan bila dikelola dengan tepat.

Contoh penerapan:

  • Resort ramah lingkungan di Nusa Tenggara yang memanfaatkan atap rumbia dan dinding batu alam setempat.
  • Vila tropis di Bali yang menggabungkan batu paras dengan desain ventilasi alami.

Kesimpulan

Arsitektur ramah lingkungan di Indonesia sangat mungkin diwujudkan dengan memanfaatkan potensi material hijau lokal. Dari bambu, kayu olahan, bata tanah liat, material daur ulang, hingga elemen vegetasi, semuanya dapat berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Tantangannya adalah bagaimana arsitek, kontraktor, dan pemangku kebijakan dapat mendorong penggunaan material hijau secara lebih masif, sehingga bukan hanya mendukung estetika dan kenyamanan, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan untuk generasi mendatang.

See also  Penerapan Feng Shui dalam Mendesain Bangunan Rumah Tinggal
Scroll to Top